Di tahun 2004 silam, tepatnya pada tanggal 26 Desember, Indonesia dilanda bencana besar yang diakui PBB sebagai salah satu bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi. Gempa bumi yang berkekuatan 9,1 sampai 9,3 skala Ritcher memporak-porandakan bumi Aceh yang beberapa jam kemudian disusul dengan naiknya gelombang laut setinggi belasan meter yang menyapu bersih kawasan pesisir pantai.
Masyarakat Aceh yang waktu itu sedang panik akibat gempa yang meluluhlantakkan pemukiman mereka tak menyangka bahwa di Samudera Hindia sana alam sedang murka. Tak ada sistem peringatan yang memadai membuat masyarakat tidak menerima sinyal untuk menyelamatkan diri. Dan “buar!”, semua terjadi sekejap mata!
Alam marah, manusia tak tentu arah, namun Tuhan tak pernah tidur. Di balik bencana tsunami yang menakutkan, Tuhan menjadi pelindung bagi mereka yang percaya. Disaat semua bangunan dihanyutkan, Tuhan menunjukkan kebesarannya dengan mempertahankan Masjid Raya Baiturrahman yang hanya berjarak tidak jauh dari pantai dengan tetap berdiri kokoh menghadang kemurkaan alam yang memuntahkan air lautnya. Bukti keesaan apalagi yang didustakan manusia?

15 tahun berlalu, Aceh telah memperbaiki diri dengan berpedoman pada pengalaman yang menakutkan. Masjid Raya Baiturrahman yang menjadi salah satu bukti kasih sayang Tuhan dibenah dan dirawat dengan penuh ketulusan. Masjid yang berlokasi di pusat Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Indonesia itu telah megah. Masjid Raya Bautirrahman menjadi simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan, kebangkitan dan nasionalisme rakyat Aceh.
Sedikit sejarah, Masjid yang saat ini berdiri telah beberapa kali mendapat pergantian bentuk dari yang aslinya dibangun pada tahun 1612 di masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang waktu itu memiliki atap jerami berlapis-lapis yang merupakan ciri khas arsitektur Aceh.

10 April 1873, Koloni Hindia Belanda menyerang Kesultanan Aceh yang berakibat terbakarnya Masjid Raya. Rakyat murka! Sebagai permintaan maaf dan untuk menenangkan kemarahan rakyat, Hindia Belanda membangun kembali konstruksi masjid pada tahun 1879 dan selesai pada tahun 1882 ketika masa pemerintahan terakhir Kesultanan Aceh.
Menilik dari sejarahnya yang panjang, Masjid Raya Baiturrahman telah menyimpan banyak peristiwa sebagai saksi bisu sejarah. Masjid yang telah menjadi penyelamat rakyat Aceh ini memiliki arsitektur yang sangat unik. Saat pertama kali kami menginjakkan kaki di sana, ada emosional yang bercampur aduk.
Rasanya air mata sulit untuk kami bendung mengingat masjid ini telah menjadi perpanjang tangan Tuhan ketika menyelamatkan orang-orang yang percaya padanya saat alam tak lagi bersahabat dengan manusia. Beberapa lama kami hanya terdiam merenung membayangkan betapa dahsyatnya peristiwa saat itu. Hati kami gemetar, seketika Tuhan terasa begitu dekat dan merangkul kami. Tak sadar, kening kami telah bersujud di rumah-Nya yang suci ini.
Desain dari masjid ini beraliran arsitektur Mughal, seperti kebanyakan arsitek gedung yang bertebaran di India pada abad ke-16 hingga abad ke-18 yang dicirikan oleh kubah besar dengan menara-menara yang menjulang.
Yang unik, kubah Masjid Raya Baiturrahman berwarna hitam tak seperti kubah masjid pada umumnya. Kubah hitam ini dibangun dari sirap kayu keras yang digabung menjadi ubin yang ditata dengan sempurna. Interiornya dihiasi dengan dinding dan pilar berelief, tangga marmer dan lantai dari Tiongkok, jendela kaca patri dari Belgia, pintu kayu berdekorasi, dan lampu hias gantung perunggu. Batu-batu bangunannya berasal dari Belanda.
Pada saat penyelesaiannya, desain yang baru pada masanya ini sangat kontras dibandingkan dengan masjid-masjid khas Aceh disaat itu, yang mengakibatkan banyak orang Aceh menolak untuk shalat di Masjid Raya Baiturrahman ini, ditambah lagi karena masjid ini dibangun oleh “orang kafir” Belanda. Namun seiring berjalannya waktu, Masjid Raya Baiturrahman telah menjadi masjid kebanggaan masyarakat Aceh. Sebuah bukti bentuk toleransi yang nyata.
Yang terbaru, pada tahun 2017 yang lalu Masjid Raya Baiturrahman kembali mendapat kemegahan berkat hadirnya 12 payung raksasa yang indah menyerupai payung Masjid Madinnah yang diresmikan oleh Bapak Wakil Presiden kala itu, Jusuf Kalla. Payung yang tersebar di sekeliling Masjid Raya itu menambah keindahan dan kemegahan saksi sejarah yang bisu itu.
Masjid Raya Baiturrahman akan tetap menjadi saksi sejarah dan bukti kasih sayang Tuhan serta kebangkitan manusia untuk menjalani hidup yang lebih baik lagi.
Have a nice day!
Stay tuned for more of our adventures in Aceh.
Happy travel and leave no trash!
Support us with share this post to your social media.
And Don’t forget to follow us on Twitter @ibadahmimpi, instagram @baratdaya_ / @ibadahmimpi / @redhaandikaahdi & like us on Facebook.

Kuasa Allah.. Masjid ini tetap beediri kokoh.. Sy masih ingat dengan peristiwa itu… Soalnya pertama kali liat itu di tv dan jd sejarah negara ini pd suatu peristiwa yg maha dahsyat… Semoga akan aman selalu kedepannya.
Amiin.
Bukti kebesaran Allah mbak.
waktu ke aceh tahun 2011 silam ngga sempat berkunjung ke masjid ini 🙁
-Traveler Paruh Waktu
wahhh sangat di sayangkan sekali mas brooo
Subhanallah
Maha Suci Allah